Sewaktu adanya perkara perceraian karena talak, isteri dan anak – anak yang ditinggalkan berhak atas sejumlah biaya yang wajib diberikan oleh seorang suami atau ayahnya. Adapun biaya yang dimaksud yakni nafkah penghibur (mut’ah), nafkah masa lampau (madhiyah), kewajiban melunasi mas kawin apabila belum lunas, kemudian ada pula biaya pemeliharaan anak (hadhanah) dan nafkah dalam masa tunggu (iddah). Kewajiban pemberian nafkah itu diatur dalam UU No 1 Tahun 1974 diubah dengan UU No 16 Tahun 2019 jo PERMA No 3 Tahun 2017 jo SEMA No 3 Tahun 2018 jo SEMA No 2 Tahun 2019 jo Kompilasi Hukum Islam. Akan tetapi dalam praktiknya, pemenuhan hak – hak perempuan dan anak tersebut ditunjang oleh berbagai macam faktor. Adapun faktor pendukung pemenuhan hak-hak perempuan dan anak pasca perceraian diantaranya adalah;
· Itikad baik dari suami. Ketiadaan sanksi bagi suami yang tidak memenuhi nafkah pasca perceraian selain berupa teguran. Oleh karena itu, itikad baik dari suami berperan besar dalam realisasi pemenuhan hak-hak perempuan dan anak pasca perceraian.
· Amar putusan majelis hakim. Dalam cerai talak, kewajiban pemenuhan hak tersebut secara tersurat dimuat dalam amar putusan majelis hakim. Berbeda dengan kasus cerai gugat, dalam cerai talak pemberian nafkah untuk mantan istri menjadi opsional sifatnya, apabila tidak tercantum dalam gugatan, pembebanan kewajiban nafkah oleh suami menjadi tidak ada. Walaupun secara ex-officio hakim bisa saja membuat penetapan kewajiban nafkah tersebut sepanjang dimaknai sebagai bagian dari pemenuhan keadilan bagi mantan istri dan anak-anaknya.
· Suami mempunyai penghasilan dan/atau harta yang cukup untuk memenuhi tuntutan kewajiban. Tidak dapat dipungkiri, adanya harta yang bisa diberikan kepada isteri dan anak – anaknya menjadi faktor penting yang sangat mendukung dalam pemenuhan hak-hak perempuan dan anak pasca perceraian.
Perihal faktor penghambat pemenuhan perlindungan hak perempuan pasca perceraian khususnya dalam segi cerai talak antara lain:
· Tidak adanya aturan yang tegas dan jelas terhadap suami yang tidak melaksanakan ikrar talak sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum (mengakibatkan gugurnya kekuatan penetapan) sehingga hukum belum dapat menciptakan kepastian.
· Putusan yang tidak dapat dilaksanakan eksekusi. Ketika suami enggan melaksanakan ikrar talaknya dengan alasan pembebanan nafkah yang terlalu besar, maka dapat berakibat penetapan ikrar talak gugur dan status para pihaknya tetap utuh sebagai suami-istri yang sah, sehingga istri sangat dirugikan karena tidak dapat mengajukan eksekusi atas hak nafkah tersebut. Hak nafkah yang dituntut istri dapat terwujud hanya apabila ikrar talak sudah dilaksanakan oleh suami.
· Rendahnya tingkat kesadaran hukum dan pengetahuan hukum di masyarakat. Sedangkan upaya hukum yang dapat dilakukan termohon pasca gugurnya kekuatan penetapan ikrar talak secara tegas dalam Undang-Undang tidak diatur, sehingga yang dapat dilakukan termohon agar statusnya jelas karena digantung oleh pemohon adalah mengajukan gugat cerai. Hal inilah yang mengakibatkan tidak jelasnya pemenuhan hak nafkah istri yang ada dalam petitum perkara cerai talak yang diajukan pemohon.
Berdasarkan faktor pendukung dan penghambat yang telah dianalisis, untuk memenuhi tuntutan kewajiban pemenuhan hak-hak perempuan dan anak pasca perceraian yang mana karena adanya faktor penghambat seperti enggannya suami melaksanakan ikrar talak, supaya hal tersebut tidak terjadi, maka diperlukan aturan yang tegas dan perlu juga adanya sanksi terhadap pemohon yang menelantarkan termohon pasca gugurnya penetapan ikrar talak tersebut. Kemudian faktor lainnya seperti rendahnya tingkat kesadaran hukum dan pengetahuan di masyarakat akan hukum khususnya perlindungan hak-hak perempuan dan anak pasca perceraian, maka dibutuhkan kegiatan penyuluhan hukum secara efektif hingga pihak yang mendapat penyuluhan mampu mengidentifikasi dan memahami hak-hak sebagai istri maupun mantan istri dan hak-hak anak pasca perceraian.
Sumber : https://badilag.mahkamahagung.go.id/artikel/publikasi/artikel/faktor-pendukung-dan-penghambat-pemenuhan-hak-hak-perempuan-dan-anak-pasca-perceraian
Oleh : Sinta Asmara, SH
Assalamu ’alaikum Wr. Wb., Saya mau nanya apabila penetapan Mut’ahdan Nafkah Iddah dirasakan relatif sangat besar oleh Pemohon Cerai Talak, apakah pembayarannya dapat dicicil setelah pembacaan ikrar talak di PA atau pembacaan ikrar talak akan ditunda atau bahkan permohonan ceerai talaknya digugurkan? Terima kasih. Wassalamu ’alaikum Wr. Wb.,
Walaikumsalam Wr Wb, terkait dengan jumlah nafkah iddah dan mut’ah tergantung dari kesepakatan antara suami dan istri dihadapan majelis hakim. Untuk teknis pemberiannya sendiri dilakukan sebelum Ikrar Talak, jadi Iddah & Mut’ah harus diberikan terlebih dahulu ke pihak perempuan setelah itu baru bisa mendapatkan izin untuk mengucapkan ikrar talak dihadapan majelis hakim. Jika dirasa nafkah Mut’ah dan Iddah jumlahnya relatif besar pihak dari laki-laki bisa meminta untuk diberikan waktu kepada majelis hakim untuk memenuhinya, untuk apakah bisa dicicil dari pembayarannya bisa langsung berkonsultasi dengan kasir di meja 3 layanan PTSP kami.
Untuk informasi lebih lanjut bisa langsung berkonsultasi dengan meja informasi layanan PTSP kami, atau menghubungi no telp 0643-7426391 pada hari dan jam kerja.
Terimakasih.